Text

Mitra Bacaan Alternatif bagi Anda untuk Menambah Wawasan tentang Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah.
Penerbit Khalista adalah satu-satunya penerbit yang konsen dengan tema Ke-ASWAJA-an.
Contact Person: 085850677244 ( WA ).
Melayani Grosir dan Eceran.

Senin, 14 Mei 2012

Benarkah Tahlilan dan Kenduri Haram?

Judul Buku : Benarkah Tahlilan dan Kenduri Haram?
Penulis : Muhammad Idrus Ramli
Penerbit : Khalista, Surabaya
Cetakan : I, Desember 2011
Tebal : v + 79 Halaman
Harga : Rp. 14.000,-
Pemesanan : 0858 5067 7244 (WA)

Tradisi tahlilan, kenduri kematian, yasinan dan lainnya sangat lekat dengan kehidupan pesantren khususnya yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama, karena pesantren merupakan basis keilmuan yang menjadi rujukan amaliah umat Islam. Adapun pesantren di Indonesia mayoritas mengkaji kitab-kitab para ulama salafus shalih Madzhab Empat khususnya Syafi’iyyah yang tidak diragukan kualitas keilmuan dan kredibilitasnya. Dari kitab-kitab ulama salaf inilah hujjah tahlilan dan tradisi keagamaan kaum Nahdliyin dirujuk. Seperti halnya kitab al-Umm karya Imam Syafi’i, Fikih ala Madzahibul Arba’ah, I’anatut Thalibin, Hasyiyatul Qulyubi, Mughnil Muhtaj dan kitab-kitab lainnya.

Beberapa waktu lalu sekitar pertengahan tahun 2011 masyarakat muslim Yogyakarta dan sekitarnya diresahkan oleh munculnya selebaran gelap yang mengatasnamakan Manhaj Salaf. Tulisan 14 halaman tersebut berjudul Imam Syafi’i Mengharamkan Kenduri Arwah, Tahlilan, Yasinan dan Selamatan (hal iii). Selebaran tersebut tentu saja membuat masyarakat awam yang telah menjadikan tradisi kenduri sebagai bagian dari tradisi keagamaan menjadi resah. Tidak disangsikan lagi bahwa modus provokasi seperti itu biasa dilakukan oleh para pegikut Wahabi yang antipati terhadap tradisi keagamaan yang telah mengurat mengakar di masyarakat. Namun, setelah diadakan penelitian dan kajian mendalam terhadap selebaran itu itu, ternyata penuh dengan pemutarbalikan fakta dan tidak ada kejujuran ilmiah.

Karena itulah, Muhammad Idrus Ramli (penulis buku ini) merasa terpanggil untuk mengungkap kebohongan tersebut. Meski bentuknya mungil, buku berjudul “Benarkah Tahlilan dan Kenduri Haram?”, diuraikan secara gamblang pemutarbalikan fakta ilmiah yang biasa dilakukan oleh kelompok anti tahlil. Bahkan penulis mampu menyuguhkan pendapat-pendapat ulama panutan Wahabi yang menganjurkan bacaan Surat Yasin untuk orang yang telah meninggal dunia, sebagaimana Imam Ibnu al-Qoyyim al-Jauziyah, Imam Ibnu Katsir, dan bahkan pendiri Madzhab Wahabi Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahab.

Menurut penulis, buku ini memang muncul dilatarbelakangi banyaknya selebaran-selebaran gelap dan buku-buku yang berisi tentang tuduhan bid’ah dan syirik kepada para pengamal tahlilan dan tradisi Nahdliyin lainnya. Sebagai counter of discourse terhadap wacana-wacana Islam puritan, buku ini layak diapresiasi dan dianjurkan untuk dibaca oleh semua kalangan, baik santri, mahasiswa terlebih masyarakat awam yang membutuhkan penjelasan tentang dalil amaliah yang telah mentradisi di kalangan umat Islam Indonesia.

Kiai muda Nahdlatul Ulama yang produktif menulis ini menegaskan dalam bukunya bahwa klaim Imam Syafi’i yang dianggap mengharamkan kenduri kematian sama sekali tidak benar. Buktinya, dalam kitab al-Umm halaman 278 juz I, Imam Syafi’i malah menganjurkan para tetangga mengadakan jamuan makan untuk keluarga mayit (hal.2).

Dalam selebaran gelap tersebut ada kesan bahwa seluruh ulama salaf melarang menghidangkan makanan kepada orang-orang yang berta’ziyah. Namun lagi-lagi tuduhan itu mengada-ada. Bahkan dalam hadis riwayat Bukhari Muslim (2216) diceritakan bahwa saat salah satu keluarga Siti Aisyah meninggal, beliau menyuruh keluarganya membuatkan talbinah (bubur). Kemudian Aisyah menghidangkannya kepada para pentakziyah. Selain itu, Imam Ahmad Ibnu Hanbal meriwayatkan dari Imam Sufyan, bahwa Imam Thawus mengatakan jika orang mati akan diuji di dalam kubur selama tujuh hari, karena itu mereka (kaum salaf) menganjurkan sedekah makanan selama hari-hari tersebut. Menurut Imam as-Suyuti, hadis riwayat Imam Thawus tersebut dihukumi marfu’ dan dapat dijadikan hujjah (hal 11). Dari sini jelas bahwa selebaran gelap pengikut aliran Wahabi tersebut telah melakukan distorsi dan ketidakjujuran ilmiah, hanya membikin resah dan memecah-belah umat.

Satu lagi mutilasi ilmiah yang dilakukan Wahabiyah, yakni dalam selebaran gelap tersebut dikutip perkataan Imam Syafi’i dalam kitab I’anah al-Thalibin yang menghukumi munkar kumpul-kumpul kenduri arwah dan empat puluh hari kematian. Ironisnya pengutipan pendapat Imam Syafi’i tersebut tidak lengkap sehingga menyebabkan kekeliruan pemahaman yang fatal. Setelah dicek pada kitab aslinya, ternyata hukum munkar jika biaya kenduri arwah tersebut diambilkan dari harta mayit yang masih memiliki hutang (mahjur) (hal. 53).

Mudah-mudahan Ustadz Idrus tetap diberi kekuatan dan perlindungan untuk tetap berjuang mengakkan yang haq. Wallahu a’lam bis shawab...

Pesesensi : Fathul Qodir (Anggota Divisi Uswah Aswaja NU Centre PWNU Jatim). Sumber: Majalah NU AULA Maret 2012

4 komentar:

  1. saya cinta tahlilan /mazelis dzikir

    BalasHapus
  2. Nabi memiliki beberapa anak, yang anak laki2 semua

    meninggal sewaktu masih kecil. Anak-anak perempuan

    beliau ada 4 termasuk Fatimah, hidup sampai

    dewasa.
    Ketika Nabi masih hidup, putra-putri beliau yg

    meninggal tidak satupun di TAHLIL i, kl di do'akan

    sudah pasti, karena mendo'akan orang tua,

    mendo'akan anak, mendo'akan sesama muslim amalan

    yg sangat mulia.

    Ketika NABI wafat, tdk satu sahabatpun yg TAHLILAN

    untuk NABI,
    padahal ABU BAKAR adalah mertua NABI,
    UMAR bin KHOTOB mertua NABI,
    UTSMAN bin AFFAN menantu NABI 2 kali malahan,
    ALI bin ABI THOLIB menantu NABI.
    Apakah para sahabat BODOH....,
    Apakah para sahabat menganggap NABI hewan....

    (menurut kalimat sdr sebelah)
    Apakah Utsman menantu yg durhaka.., mertua

    meninggal gk di TAHLIL kan...
    Apakah Ali bin Abi Tholib durhaka.., mertua

    meninggal gk di TAHLIL kan....
    Apakah mereka LUPA ada amalan yg sangat baik,

    yaitu TAHLIL an koq NABI wafat tdk di TAHLIL i..

    Semua Sahabat Nabi SAW yg jumlahnya RIBUAN,

    Tabi'in dan Tabiut Tabi'in yg jumlahnya jauh lebih

    banyak, ketika meninggal, tdk ada 1 pun yg

    meninggal kemudian di TAHLIL kan.

    cara mengurus jenazah sdh jelas caranya dalam

    ISLAM, seperti yg di ajarkan dalam buku2 pelajaran

    wajib dr SD - Perguruan tinggi. Termasuk juga tata

    cara mendo'akan Orang tua yg meninggal dan tata

    cara mendo'akan orang2 yg sdh meninggal dr kaum

    muslimin.

    Saudaraku semua..., sesama MUSLIM...
    saya dulu suka TAHLIL an, tetapi sekarang tdk

    pernah sy lakukan. Tetapi sy tdk pernah mengatakan

    mereka yg tahlilan berati begini.. begitu dll.

    Para tetangga awalnya kaget, beberapa dr mereka

    berkata:" sak niki koq mboten nate ngrawuhi

    TAHLILAN Gus.."
    sy jawab dengan baik:"Kanjeng Nabi soho putro

    putrinipun sedo nggih mboten di TAHLILI, tapi di

    dongak ne, pas bar sholat, pas nganggur leyeh2,

    lan sakben wedal sak saget e...? Jenengan Tahlilan

    monggo..., sing penting ikhlas.., pun ngarep2

    daharan e..."
    mereka menjawab: "nggih Gus...".

    sy pernah bincang-bincang dg kyai di kampung saya,

    sy tanya, apa sebenarnya hukum TAHLIL an..?
    Dia jawab Sunnah.., tdk wajib.
    sy tanya lagi, apakah sdh pernah disampaikan

    kepada msyarakat, bahwa TAHLILAN sunnah, tdk

    wajib...??
    dia jawab gk berani menyampaikan..., takut timbul

    masalah...
    setelah bincang2 lama, sy katakan.., Jenengan

    tetap TAHLIl an silahkan, tp cobak saja

    disampaikan hukum asli TAHLIL an..., sehingga

    nanti kita di akhirat tdk dianggap menyembunyikan

    ILMU, karena takut kehilangan anggota.., wibawa

    dll.

    Untuk para Kyai..., sy yg miskin ilmu ini,

    berharap besar pada Jenengan semua...., TAHLIL an

    silahkan kl menurut Jenengan itu baik, tp sholat

    santri harus dinomor satukan..
    sy sering kunjung2 ke MASJID yg ada pondoknya.

    tentu sebagai musafir saja, rata2 sholat jama'ah

    nya menyedihkan.
    shaf nya gk rapat, antar jama'ah berjauhan, dan

    Imam rata2 gk peduli.
    selama sy kunjung2 ke Masjid2 yg ada pondoknya,

    Imam datang langsung Takbir, gk peduli tentang

    shaf...

    Untuk saudara2 salafi..., jangan terlalu keras

    dalam berpendapat...
    dari kenyataan yg sy liat, saudara2 salfi memang

    lebih konsisten.., terutama dalam sholat.., wabil

    khusus sholat jama'ah...
    tapi bukan berati kita meremehkan yg lain.., kita

    do'akan saja yg baik...
    siapa tau Alloh SWT memahamkan sudara2 kita kepada

    sunnah shahihah dengan lantaran Do'a kita....

    demikian uneg2 saya, mohon maaf kl ada yg tdk

    berkenan...
    semoga Alloh membawa Ummat Islam ini kembali ke

    jaman kejayaan Islam di jaman Nabi..., jaman

    Sahabat.., Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in
    Amin ya Robbal Alamin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tidak dilakukan Nabi Saw. tidak seta merta bid'ah yang sesat.

      Hapus